IBRAH AL-BAQARAH: 01-05 – Muttaqin
4.NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AL-BAQARAH: 01-05
Sebagai mana dikemukakan di atas, Qs.2:01-05 ini sangat erat kaitannya dengan surat al-Fatihah. Dalam al-fatihah mu`min berikrar hanya beribadah kepada Allâh, maka pada ayat ini dijelaskan bahwa ibadah terdiri dari yang bersifat jasmani dan rohani seperti shalat, serta yang bersifat harta seperti infaq. Dalam surat al-Fatihah mu`min bermohon petunjuk pada Allâh, maka pada ayat ini ditegaskan bahwa petunjuk hidup itu adalah Al-Qur`ân . Dalam surat al-Fatihah tersirat bahwa manusia itu terdiri dari (1)yang mendapat ni’mat, (2) yang dimurkai dan (3) yang sesat, maka pada al-Baqarah:01-15 diterangkan sifat orang yang bakal meraih ni’mat.
Banyak sekali nilai yang terkandung di dalam Qs.2:1-5 ini, Secara ringkas, ibrah Qs.2:1-5 dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Sifat Al-Qur`ân dalam kaitan dengan Muttaqin
Sifat Al-Qur`ân yang tersurat pada Qs.2:1-5 antara lain (1) sebagai kitab yang tertulis, (2) tidak ada keraguan didalamnya, (3) sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa.
Iman pada al-Qur`an mesti dibuktikan dengan (1) meyakini sepenuhnya akan kebenaran dan kemu’jizatan al-Qur`an, membaca, menulis dan mengajarkan al-Qur`an, (2) Tidak merasa ragu akan kebenaran al-Qur`an dan membuktikan kebenarnnya (3) menjadikan al-Qur`an sebagai petunjuk dalam segala aspek kehidupan.
Secara ringkas hubungan al-Qur`an dengan muttaqin dapat digambarkan sebagai berikut:
b. Sifat Muttaqin
Orang yang bertaqwa adalah yang memiliki sifat antara lain (1) menjadikan Al-Qur`ân sebagai pedoman hidup (2) beriman kepada yang ghaib, (3) menegakkan shalat, (4) berinfaq dari segala rezeki yang dianugrahkan Allâh kepadanya, (5) beriman kepada segala yang diturunkan Allâh SWT baik Al-Qur`ân maupun berupa kitab yang turun masa lalu. (6) meyakini akan adanya hari akhir, (7) selalu berada pada petunjuk Allâh SWT, (8) selalu berusaha meraih kesuksesan yang abadi (9) menjauhi hal-hal yang merugikan.
Secara garis besarnya sifat muttaqin berdasar Qs.2:1-5 dapat digambarkan sebagai berikut:
Dengan memiliki sifat yang demikian orang yang bertaqwa akan pandai menjaga diri dari apa pun yang menimbulkan kerugian. Rasûl SAW bersabda:
لاَ يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لاَ بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ
Seorang hamba tidak akan mencapai derajat muttaqin sebelum meninggalkan hal-hal yang tidak perlu, demi mewaspadai dampak buruknya. Hr. al-Turmudzi[1]
c. Langkah Meraih Hidayah
Untuk mendapatkan hidayah dari Allâh SWT mesti menempuh langkah yang tersirat pada Qs.2:1-5 ini, antara lain (1) jangan ragu terhadap Al-Qur`ân sebagai hidayah Ilahi, (2) meningkatkan taqwa kepada Allâh SWT (3) meningkatkan iman kepada yang ghaib, iman kepada segala yang diturunkan Allâh, iman pada hari akhir, (4) menegakkan shalat, (5) berinfaq dari rezeki untuk jalan Allah.
d. Prinsip Iman
1. Iman tidak bisa dilepaskan dari amal, seperti disiratkan dalam Qs.2:1-5 dengan shalat dan infaq. Shalat sebagai ibadah yang bersifat ritual, maka infaq bersifat ibadah sosial. Antara ibadah ritual dan ibadah sosial tidak boleh dipisahkan. Rasûl SAW bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidaklah sempurna iman seseorang sehingga menyayangi sudaranya seperti menyayangi dirinya. Hr. al-Bukhari[2]
2. Iman mesti diwujudkan dengan taqwa. Taqwa mesti dilandasi iman kepada yang ghaib, kitab dan hari akhirat.
3. Iman kepada Allâh SWT mesti berpedoman kepada Kitab Allâh dan sunnah Rasûl-Nya.
4. Kitab terdahulu hanya berlaku pada jamannya, kitab Al-Qur`ân berlaku sampai akhir jaman. Oleh karena itu, menjalankan Al-Qur`ân, sama dengan beriman kepada seluruh kitab Allâh. Menolak Al-Qur`ân, sama dengan menolak seluruh kitab yang diturunkan.