ORANG BERIMAN DAN AMAL SHALIH TIDAK AKAN GUNDAH GELISAH (kajian tafsir al-baqarah:62)

ORANG BERIMAN DAN AMAL SHALIH
TIDAK AKAN GUNDAH GELISAH
(kajian tafsir al-baqarah:62)
- Teks Ayat dan terjemahnya
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allâh, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Qs.2:62
- Tinjauan Historis
- Ibn Abbas sebagaimana dikutip Ibn Jarir al-Thabari, menerangkan bahwa firman Allâh SWT إن الَّذِين آمنُوا والَّذِيْن هَادُوا hingga وَلا هُمْ يَحْزَنُون secara historis sangat erat kaitannya dengan ayat yang turun berikutnya secara berurutan yaitu وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (Barangsiapa mencari agama selain agama Islâm, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Qs.3:85). [1] Dengan demikian ayat ini sebagai penagasan, bahwa yahudi, nashrani, shabiin atau pun pemeluk agama lainnya tidak akan meraih kebahagiaan di akhirat, kecuali yang beriman, beramal shaleh, menjalankan al-Islâm.
- Mujahid sebagaimana dikutip Ibn Hajar menceritrakan bahwa dia menerima berita dari Salman al-Farisi yang pernah bertanya kepada Rasûl SAW tentang nasib orang yang menyembah selain Allâh SWT di masa silam. Rasûl bersabda bahwa mereka masuk neraka. Setelah ayat ini turun, semakin jelas bahwa yang masuk neraka itu adalah yang tidak beriman dan tidak beramal shalih dengan memeluk Islâm. [2]
- Tafsir Kalimat
- إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُواsesungguhnya orang–orang yang beriman
Kalimat ini mencakup umat secara keseluruhan yang sudah mengaku beriman, yaitu yang membenarkan apa yang dibawa oleh Rasûl SAW, sebagai kebenaran mutlak dari Allâh SWT.[3]
- وَالَّذِينَ هَادُواdan golongan yahudi. Perkataan هَادوا berma’na masuk pada yahudi. Ada yang berpendapat bahwa yahudi berasal dari nama salah seorang putra Ya’qub bernama Yahuda. Bani Isrâ`il terpecah menjadi beberapa suku bangsa, pasca Nabi Sulaiman. Sedangkan sebelumnya tidak dikenal dengan istilah tersebut selain Bani Isrâ`il yang terdiri atas dua belas marga. Pada jaman itu, tidak pula dikenal istilah agama yahudi. Mereka mendirikan agama bukan atas dasar kebenaran yang dibawa Nabi melainkan hanya dugaan yang dibuat-buat.
- وَالنَّصَارَىdan nashara. Perkataan النَّصَارَى merupakan bentuk jama dari نَصْراني yang menurut mayoritas ulama berasal dari kata ناَصرة ( orang Isrâ`il menyebutnya Nazaret), yaitu nama sebuah kampung di kawasan Palestin. Siti Maryam, ketika menuju Bait al-Maqdis dalam keadaan hamil tua, tiba-tiba melahirkan di Nazaret.[4] Saat ini dikenal dengan nama بيت اللحم (istilah mereka: Betlehem) yang dianggap suci oleh kaum nashrani dan sebagai kota penyucian diri. Pengikut nabi Isa menamakan dirinya sebagai Nashrani, yang awalnya bukan nama agama melainkan nama kelompok. Nasrani menjadi nama agama, bukanlah atas dasar kebenaran melainkan bersuber pada rekayasa manusia, utamanya Paulus sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Oleh karena itu baik dalam injil maupun Taurat tidak tercantum nama agama nashrni.
- وَالصَّابِئِينَShabi`in. Perkataan ini menurut al-Zuhayli adalah orang yang menyembah Malaikat dan bintang.[5] Menurut al-Jaza`iri وَالصَّابِئِينَ ialah orang yang mengaku ke-esaan Allâh, tapi tidak berpegang pada ajaran yahudi tidak pula pada nashrani. Kitab yang mereka percai hanya Zabur.[6] Sebagian ulama berpendapat perkataan ini diambil dari kata صابئه nama sebuah kota di kawasan Yaman yang pernah dikuasai ratu Balqis yang penduduknya menyembah Matahari dan Bintang.
- مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِsiapa yang beriman kepada Allâh dan hari akhir. Dalam berbagai ayat dan hadits, untuk menyaratkan iman secara sempurna atas apa yang diajarkan oleh Rasûl SAW menggunakan istilah iman pada Allâh dan hari akhir. Iman kepada Allâh berarti membenarkan segala sifat, af’al dan nama-Nya. Oleh karena itu mencakup pada Mala`ikat-Nya, Kitab-Nya, Rasûl-Nya, dan taqdir-Nya. Kemudian disebutkan hari akhir, karena berkaitan dengan peristiwa yang bakal terjadi. Dengan demikian syarat masuk pada kategori ayat ini adalah yang beriman pada seluruh nabi dan seluruh kitab yang diturunkan Allâh SWT. Persyaratan beriman kepada Allâh dan hari Kemudian, seperti bunyi ayat di atas, bukan berarti hanya kedua rukun itu yang dituntut dari mereka, tetapi keduanya adalah istilah yang biasa digunakan oleh al-Qur’an dan Sunnah untuk makna iman yang benar dan mencakup semua rukunnya.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا الْإِيمَانُ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ فَقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام صَدَقْتَ
Diriwayatkan dari Umar r.a, bahwa Jibril bertanya kepada Nabi SAW tentang apa itu Iman. Rasûl bersabda Iman adalah mengimani Allâh, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasûl-Rasûl-Nya, hari akhir dan qodla dan qadar yang baik maupun yang buru adalah dari Allâh SWT. Hr. Ahmad.[7]
Berdasar hadits ini, baru dikatakan beriman kepada Allâh, bila mengimani seluruh yang mesti diimani, yaitu malaikat, seluruh kitab, seluruh Rasûl, hari akhir dan qada-qadar. Bila satu saja tidak diimani, maka tidak termasuk Iman yang benar. Perhatikan pula firman Allâh SWT:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(*)أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا(*)وَالَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَمْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ أُولَئِكَ سَوْفَ يُؤْتِيهِمْ أُجُورَهُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا((*
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allâh dan rasu-Rasûl-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allâh dan Rasûl-Rasûl-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allâh dan para Rasûl-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allâh akan memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Qs.4:150-152.
Berdasar Qs.4:150-151 di atas bahwa kafir itu adalah: (a) Orang yang tidak beriman kepada Allâh dan Rasûl-Nya, seperti kaum Quraisy kelompok Abu Lahab dan Abu Jahal secara terang-terangan kafir. (b) Orang yang memisahkan antara Allâh dan Rasûl, seperti yang mengingkari sunnah, atau hanya percaya pada Allâh taipi tidak percaya pada Rasûl, atau hanya mau menerima Al-Qur`ân tapi tidak menerima hadits. (c) Orang yang beriman pada sebagian tapi kufur pada sebagian yang lain. Kelompok semacam ini cukup banyak, seprti yang menerima hukum ibadah tapi menolak hukum jinayah. Orang yang mengaku beriman tapi tidak mau melaksakan hukum Allâh. (4) Orang yang mengambil jalan lain yang tidak berdasar pada kitab Allâh, tidak pula pada sunnah Rasûl, atau seperti orang yang mengaku muslim tapi cara hidupnya tidak berdasar syari’ah Islâm. Oleh karena itu, yahudi, nashrani, shabi’in yang tidak beriman kepada Nabi Muhammad SAW, termasuk kafir. Memang akan sangat panjang bila semua objek keimanan disebut satu demi satu. Rasûl saw dalam percakapan sehari-hari, sering hanya menyebut keimanan kepada Allâh dan hari Kemudian. Ada sementara orang yang perhatiannya tertuju kepada penciptaan toleransi antar umat beragama yang berpendapat bahwa ayat ini dapat menjadi pijakan untuk menyatakan bahwa penganut agama-agama yang disebut oleh ayat ini, selama beriman kepada Tuhan dan hari Kemudian, maka mereka semua diakui tuhan. Pendapat semacam ini nyaris menjadikan semua agama sama, padahal agama-agama itu pada hakikatnya berbeda-beda dalam akidah serta ibadah yang diajarkannya. Bagaimana mungkin Yahudi dan Nasrani dipersamakan, padahal keduanya saling mempersalahkan. Bagaimana mungkin yang menganggap Allâh punya anak dianggap benar, yang menolaknya pun dianggap benar? Bahkan ada seseorang yang sering disebut kiai kondang menyatakan bahwa semua pemeluk agama itu hatinya sama, hanya cara ibadahnya dan jalan hidupnya yang berbeda. Ungkapan semacam ini wajib dikoreksi, sebab justru yang membedakan antara satu agama dengan yang lainnya itu bukan hanya pada perbuatan tapi aqidah yang ada dalam hatinya. Perbuatannya bahkan bisa sama, bila akidahnya beda, hatinya beda, maka akibatnya pun akan berbeda. Memahami ayat 62 yang dibahas ini tidak boleh menafikan ayat lainnya seperti:
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan, untuk memisahkan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.Qs.22:17
Ayat ini dengan tegas bahwa, di hari qiamat Allah SWT akan mengambil keputusan secara jelas, bahwa yahudi, shabi`in, nashara, majusi, musyrik akan dipisahkan dengan orang yang beriman. Perhatikan pengertian Iman berdasar syari’ah: Iman adalah kepercayaan penuh yang diyakini dalam hati, diucapkan secara lisan dan dipraktikan dalam perbuatan. Orang berkeyakinan tidak benar, tapi amal dan ucapannya baik, maka termasuk munfiq. Jika dalam hatinya terdapat keyakinan yang tepat, tapi tidak dibuktikan dalam perbuatan, maka termasuk fasiq. Sedangkan orang yang hati, ucap dan perbuatannya menolak aturan Allâh, termasuk kafir.[8] Iman adalah benar dalam keyakinan, benar dalam ucapan, dan benar perbuatan. Beberpa ulama memberikan definisi tentang iman antara lain sebagai berikut:Menurut al-Qurthubi, الإيْمَانُ فِي اللُّغَةِ التَّصْدِيْقُ Iman menurut bahasa adalah membenarkan[9] Al-Marwazi (w.294H), mengatakan:فَأَصْلُ الإيْمَان هُو التَّصْدِيْق بِاللهِ وَمَا جَاءَ مِنْ عِنْدِه Asal arti iman adalah membenarkan Allâh SWT dan yang datang dari-Nya.)[10]Abu al-Qasim Hibat Allâh (w.418) mengartikan iman dengan:التَّصْدِيْقُ بِالقَلْبِ وَالاقْرَار بِاللِّسَانِ وَالعَمَل بِالجَوَارِح Membenarkan dengan hati Iqrar dengan lisan amal dengan raga.[11] . Nampaknya orang yang yang mengaku Islâm tapi menganggap benar agama selainnya tidak memperhatikan ayat lain yang menandaskan:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islâm, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Qs.3:85. Ayat ini dengan tegas menandaskan bahwa orang yang tidak beragama Islâm bakal merugi. Allâh SWT hanya menerima agama al-Islâm, tidak akan menerima yang lainnya. Firman-Nya:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islâm. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allâh maka sesungguhnya Allâh sangat cepat hisab-Nya. Qs.3:19. Berdasar kedua ayat ini, seseorang baru dianggap benar aqidahnya apabila berkeyakinan yang benar itu hanyalah al-Islâm. Bahwa hidup rukun dan damai antar pemeluk agama adalah sesuatu yang mutlak dan merupakan tuntunan agama, tetapi cara untuk mencapai hal itu bukan dengan mengorbankan ajaran agama.
- وَعَمِلَ صَالِحًاberamal shalih, yaitu yang berucap, bersikap dan berbuat sesuai dengan yang disyari’atkan Allâh melalui Rasûl-Nya, baik yang bersifat ritual maupun sosial.
- فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ bagi mereka pahala dari sisi Allâh.
Siapa pun orangnya, jika beriman secara benar dan sempurna, yang disertai amal shalih, bakal meraih pahala dari sisi Allâh, baik di dunia kini maupun di akhirat kelak.
- وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْmereka tidak akan dilanda kekhawatiran. وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَtidak pula dilanda kegundahan dan kesedihan. Pengunci ayat ini merujuk kepada ayat sebelumnya bahwa orang yang tidak menjalankan syari’ah Allâh akan dilanda kemurkaan dan kehinaan, maka yang beriman dan beramal shalih akan terbebas dari hal tersebut. Dengan bebas dari kemurkaan Allâh, maka akan meraih ketenangan dan kebahagiaan. Bebas dari al-Khauf dan al-Hazan melambangkan kebahagiaan paripurna. Menurut al-Margahi, khauf adalah perasaan takut yang diakibatkan oleh terkena mushibat yang tidak diinginkan. Sedangkan al-Hazan ialah perasaan gelisah dan takut yang diakibatkan oleh kehilangan yang dicintai dan disenangi.[12] Orang yang beriman sesuai dengan apa yang ditetapkan syarat rukunnya, dan mengikuti petunjuk Allâh akan terbebas dari perasaan keduanya, karena meraih kebahagiaan paripurna, baik di dunia kini maupun di akhirat kelak.
- Beberapa Ibrah
- Siapa pun yang beriman dan beramal shalih secara benar akan terbebas dari takut dan gundah.
- Iman mesti pada seluruh apa yang diajarkan Allâh baik pada nabi terdahulu maupun pada Rasûl SAW. orang yang tidak beriman kepada al-Qur`an, berarti sama dengan tidak beriman.
- Iman tidak boleh dipisahkan dengan amal shalih. Essensi Iman adalah keyakinan sepenuhnya akan kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi SAW, yang diwujudkan dalam ucapan, sikap, dan perbuatan. Sedangkan amal shalih essensinya adalah bersikap baik terhadap pada semua fihak baik pada al-Khaliq maupun makhluq; baik pada manusia mauapun pada seluruh alam semsta. Kesalihan amal mesti diterapkan dalam segala hal, baik ritual maupun social.
- Yahudi, nashrani, shabi`in, tidak akan masuk surga jika mereka tidak beriman kepada Rasûl SAW dan Al-Qur`ân. Sebaliknya jika mereka beriman kepada Allah, Mala`ikat, seluruh kitab, seluruh rasul, hari akhir dan qdala qadar, maka akan terbebas dari nereka. Oleh karena itu yahudi dan nashrani yang tidak masuk Islam, keiamanannya akan tertolak.
[1] Tafsir al-Thabari, I h.323
[2] Ibn Hajar al-Asqalani, Al-ijab Fi Bayan al-Asbab, I h.255
[3] al-tafsir al-Munir, I h.178
[4] Tafsir al-Maraghi, I h.134
[5] al-tafsir al-Munir, I h.178
[6] Aysar al-Tafasir, I h.64
[7] Musnad Ahmad, hadits no. 186
[8] Al-Zarqani, Manahil al-Irfan, II h.51
[9] al-Qurthubi (w.671), al-Jami li Ahkam al-Qur`n, jz I h.162
[10] Ta’zhim Qadr al-Shalah, II h.695
[11] I’tiqad ahl-alsunnah, I h.172
[12] Tafsir al-Maraghi, I h.96