TAFSIR SURAT AL-NASHR
TASBIH TAHMID DAN ISTIGHFAR KELUARGA YANG SUKSES
(kajian tafsir surat al-Nashr)
Â
A.Teks Ayat dan tarjamahnya
Ø¥Ùذَا جَاءَ نَصْر٠اللَّه٠وَالْÙَتْØÙ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخÙÙ„Ùونَ ÙÙÙŠ دÙين٠اللَّه٠أَÙْوَاجًا (2) ÙَسَبّÙØÙ’ بÙØَمْد٠رَبّÙÙƒÙŽ وَاسْتَغْÙÙرْه٠إÙنَّه٠كَانَ تَوَّابًا (3
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. Qs.110:1-3
Â
- Kaitan dengan ayat sebelumnya
Surat al-Kafirun memberikan bimbingan tentang bagaimana bersikap tegas terhadap orang kafir yang mengajak kerajasama dalam ibadah. Setiap muslim tidak perlu terpengaruh akan desakan kafirin untuk mengakui agama mereka. Toleransi beragama bukan mencampur adukan ajaran agama, bukan pula mengakui kebenaran agama yang lain. Toleransi dimanifestasikan dalam sikap tidak mengganggu, tidak memaksakan pendapat, tidak pula melakukan ibadah meniru agama lain. Dengan sikap demikian, kaum muslimin akan meraih kejayaan dan kemenangan serta meraih derajat mulia sebagaimana di jaman Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam, berhasil merebut kota Mekah dari tangan jahiliyah. Surat al-Nashr ini memberikan bimbingan kepada umat tentang bagaimana cara bersyukr tatkala meraih kemenagan.
C.Tinjauan Historis
Surat al-Nashr termasuk ayat Madaniyah, karena diturunkan setelah Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  hijrah.[1] Namun menurut al-Wahidi, termasuk surat Makiyah, karena turun di mekah.[2] Menurut al-Maraghi surat ini turun setelah surat al-Taubah turun seluruhnya.[3] Adapun yang melatar belakangi surat ini turun menurut berbagai riwayat antara lain sebagai berikut:
- Diriwayatkan oleh al-Zuhry bahwa surat al-Nashr ini turun berkaitan dengan keberhasilan Khalid bin al-Walid mematahkan perlawanan kaum Quraisy dari dataran rendah Mekah. Dengan keberhasilkan tersebut banyak bangsa Arab yang berbondong-bondong masuk Islam. Hr. Abd al-Razaq (126-211H).[4] Peristiwa tersebut terjadi pada bulan ramadlan tahun Fath Makkah (8H). Dengan demikian secara historis surat ini memberikan bimbingan kepada kaum muslim dalam mensyukuri ni’mat kemanangan. Pengaturan pasukan dalam membebaskan kota Mekah, dari cengkraman jahiliyah, sehingga meraih kemenangan yang gemilang, tanpa pertumpahan darah.
- Abu Bakr Ahmad al-Bayhaqi (384-458H) meriwayatkan hadits sebagai berikut:
عَن٠بن عÙمَر رضي الله عَنهما قال Ø£ÙنْزÙلَت هذÙÙ‡ السّÙوْرَة  إذا جاء نصر الله والÙØªØ Ø§Ù„Ù†ØµØ± عَلى رَسÙول٠الله صلى الله عليه وسلم ÙÙÙŠ وَسط٠أيَّام٠التَّشْرÙيْق وَعَرَÙÙŽ أنَّه الوَداع Ùَأمَرَ بÙرَاØÙلَته القَصْواء ÙَرØلت Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙَرَكÙب ÙÙŽÙˆÙŽÙ‚ÙŽÙÙŽ بÙالعَقَبَة وَاجْتَمَع النَّاس٠Ùَقَال يا أيّÙهَا النَّاس Ùَذَكَر الØَدÙيث ÙÙŠ Ø®ÙطْبَتÙÙ‡
Dari Ibn Umar katanya surat al-Nashr turun pada Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  di tengah-tengah hari tasriq yang dikenal dengan haji wada. Kemudian beliau menaiki Qaswa pergi ke al-Aqabah mengumpulkan jamaah dan berkhuthbah dengan diawali seruan kepada manusia.Hr. al-Bayhaqi.[5]
- Al-Qurthubi (w.671H),[6] meriwayatkan sebgai berikut:
عَن٠إبْن٠عÙمَر Ù†ÙزÙلَت هذÙÙ‡ السّÙورَة بÙÙ…ÙÙ†ÙŽÙ‰ ÙÙŠ Øجَّة٠الوَدَاع Ø«Ùمَّ Ù†ÙزÙلَت اليَوم أكْمَلْت لكم دÙيْنَكÙÙ… وأتممت عليكم نعمتي Ùَعَاشَ بَعْدَهÙما النَّبÙÙŠ صلى الله عليه وسلم ثَمَانÙيْن يَوْما Ø«Ùمَّ Ù†ÙزÙلت آية الكَلاَلة Ùَعَاشَ بَعدَها خَمْسÙين يَوْما Ø«Ùمَّ Ù†ÙزÙÙ„ لَقَد جَاءكÙÙ… رَسÙول من أنÙسكم Ùعاش بعدها خَمْسة وَثلاثÙين يَوْما Ø«Ùمَّ Ù†ÙزÙÙ„ وَأتَّقÙوا يَوْمًا تÙرْجَعÙون ÙÙيْه إلى الله Ùعَاشَ بَعْدَها Ø£Øدا وَعÙشْرÙين يَوْمًا
Diriwayatkan dari Ibn Umar; surat al-Nashr ini turun di Mina pada haji wada, kemudian turun اليَوم أكْمَلْت (Qs.5:3), kemudian Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  menjalani kehidupannya delapan puluh hari, turunlah ayat al-Kalalah (Qs.4:176), dalam jarak lima puluh hari kemudian turun لَقَد جَاءكÙÙ… رَسÙول (Qs.9:128), setelah tiga puluh lima hari, kemudian turun وَأتَّقÙوا يَوْمًا تÙرْجَعÙون ÙÙيْه (Qs.2:281).
Setelah ayat ini turun, ada yang mengatakan sebelas hari, tapi kata Muqatil tujuh hari, akhirnya Rasul SAW wafat.
- Ibn Abbas pernah bertanya kepada Abd bin Utbah
تدرى  آخر سورة نزلت ÙÙŠ القرآن نزلت جميعا (tahukan anda surat apa yang turun terakhir dari al-Qur`an secara keseluruhan? Jawabnya
نعم إذا جاء نصر الله والÙØªØ (ya surat al-Nashr), kemudian Ibn Abbas menandaskan صَدَقْتَ (anda benar). Hr. Muslim.[7]
Dengan demikian menurut historis surat al-Nashr itu ada yang mengatakan pada futuh Mekah, ada pula yang berpendapat pada haji wada di Mina. Namun menurut al-Razi surat ini turun sebelum futuh Mekkah.[8] Jika surat ini turun sebelum futuh Mekah, maka berfungsi berita gembira bagi kaum mu`min yang bakal meraih kemenangan dan bimbingan tentang sikap yang mesti diambil tatkala meraihnya. Jika surat ini turun setelah futuh Mekah, maka berfungsi perintah bersyukur atas ni’mat yang telah diraihnya. Adapun yang dimaksud hadits diriwayatkan Muslim dari Ibn Abbas adalah sebagai surat terkahir diturunkan secara keseluruhan satu surat. Dengan kata lain, surat yang diturunkan sekaligus adalah al-Nashar, dan ayat yang terakhir adalah al-baqarah:281. Al-Baqilani mengatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat tentang ayat mana yang turun terakhir; menurut Ibn Abbas surat al-Nashr, menurut Aisyah surat al-ma`idah:3, menurut al-Barra bin Azib Qs.9:128, menurut Sa’id bin Jubair surat al-Baqarah:281, dan menurut al-Suddi adalah Qs.9:129. Perbedaan pandangan tersebut bisa terjadi, karena setiap shahabat mempunyai pendapat sesuai dengan apa yang diterimanya atau didengarnya terakhir dari Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam .[9]
D.Tafsir Sekilas
- Ùإذَا جَاءَ نَصْر٠اللَّه٠وَالْÙَتْØÙ Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.
Ditinjau dari sudut ilmu bahasa perkataan إذَا berfungsi sebagai keterangan waktu yang bakal terjadi, maka berma’na apabila tatkala, atau jika terjadi.[10] Perkataan جَاءَ aslinya جَاءكَ (datang padamu), hanya objeknya dibuang.[11] Menurut al-Baydlawi (w.791H),
إذا جاء  نصر الله  إظهاره إياك على أعدائك
(jika pertolongn Allah datang kepadamu dalam mengalahkan musuh-musuhmu).[12] Kalimat نَصْر٠اللَّه٠berma’na pertolongan Allah yang diberikan kepada umat yang sedang berjuang membela agama-Nya. Sedangkan الْÙَتْØÙ berma’na anugrah Allah SWT berupa kemenangan yang diberikan kepada umat yang berjuang. Beda antara keduanya adalah نصر pertolongan dalam arti bantuan sedang berjuang untuk meraih kemenangan, ÙتØ, ialah kemenangannya itu sendiri. Menurut istilah al-Maraghi, النَّصر العَون نَصَرَه عَلى عَدÙÙˆÙّهÙ
(pertolongan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya agar dapat mengalahkan musuhnya), sedangkan
الÙØªØ : الÙَصْل بَيْنَه وَبَيْنَ أعْدَائÙÙ‡ وإعْزَاز دÙيْنÙÙ‡ Ùˆ إظْهَار ÙƒÙŽÙ„ÙمَتÙÙ‡
(membebaskan dia dari musuhnya, meninggikan agamanya, dan memperlihatkan keagungan kalimat-Nya).[13] Pertolongan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya, ketika ayat ini turun, berupa bantuan-Nya dalam mengalahkan kafir Quraisy dan kafir lainnya. Sedangkan kemenangan berupa keberhasilan Rasul dan umatnya merebut kota Mekah dari kekuasaan jahiliyah. Dengan masuknya orang Mekah pada Islam, maka seluruh penduduk bangsa Arab menjadi muslim.[14] Namun perintah ayat ini bersifat menyeluruh, siapa pun yang mendapat pertolongan Allah dalam mengalahkan musuh, dan meraih kemenangan, maka hendaklah bersikap seperti yang dicontohkan Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  dan shahabatnya.
- وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخÙÙ„Ùونَ ÙÙÙŠ دÙين٠اللَّه٠أَÙْوَاجًا Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
Ayat ini masih sambungan dari ayat sebelumnya diawali kata إذَا, jadi belum berfungsi sebagai jawabnya. Secara historis membuktikan bahwa setelah futuh Mekah, bangsa Arab berbondong-bondong masuk Islam, tidak seperti sebelumnya hanya orang perorang. Dengan turun ayat ini ada shahabt yang sangat berbahagia, karena merasa meraih ni’mat kemenagan. Namun di samping itu ada yang merasakan sedih, karena ayat ini turun seakan menutup tugas Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  dalam berda’wah. Jika telah berakhir tugas Rasul, maka akan segera menemui ajalnya. Pandangan semacam ini antara lain dikemukan oleh Ibn Abbas.[15]
- ÙَسَبّÙØÙ’ بÙØَمْد٠رَبّÙÙƒÙŽ وَاسْتَغْÙÙرْه٠إÙنَّه٠كَانَ تَوَّابًا maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.
Ayat ini merupakan kata jawab dari ayat pertama dan kedua. Tegasnya sikap yang mesti dilakukan ketika meraih kebahagiaan utamanya berupa ni’mat pertolongan, kemenangan, dan banyaknya dukungan, hendaklah tasbih tahmid dan istighfar. Tasbih tahmid dan istighfar dalam ucapan, tersusun sebagaimana tercantum dalam hadits berikut:
عَنْ عَائÙØ´ÙŽØ©ÙŽ رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهَا قَالَتْ مَا صَلَّى النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ صَلَاةً بَعْدَ أَنْ نَزَلَتْ عَلَيْه٠إÙذَا جَاءَ نَصْر٠اللَّه٠وَالْÙَتْØ٠إÙلَّا ÙŠÙŽÙ‚Ùول٠ÙÙيهَا سÙبْØَانَكَ رَبَّنَا وَبÙØَمْدÙÙƒÙŽ اللَّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙÙŠ
Diriwayatkan dari Aisyah yang berjata: Rasul SAW setelah turun surat al-Nashr, tidak shalat kecuali membaca سÙبْØَانَكَ رَبَّنَا وَبÙØَمْدÙÙƒÙŽ اللَّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙÙŠ (maha suci Engka ya Tuhan kami. Dengan memuji ya Allah, ampunilah aku). Hr. al-Bukhari.[16]
Dalam riwayat Muslim diterangkan bahwa setelah turun surt al-Nashar ini, Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  membaca
سÙبْØَانَكَ اللّهÙمَّ رَبَّنَا وَبÙØَمْدÙÙƒÙŽ اللَّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙÙŠ
Maha suci Engkau ya Allah Tuhan kami. Dengan memuji-Mu ya Allah ampunilah aku. Hr. Muslim.[17]
Ditegaskan pula dalam hadits tersebut bahwa Rasul SAW bertasbih, tahmid dan istighfar ketika ruku dan sujud itu sebagai ta`wil dari yang diperintahkan dalam surat al-Nashr. Adapun pengertian tasbih sangat luas jangkauannya.
Kalimat سÙبْØَانَini dinamakan tasbih, yang menurut bahasa, sebagaimana dikemukakan Ibn Manzhur (630-711H), berarti  تنزيه الله عز وجل عن السوء memahasucikan Allah yang Maha Perkasa dari kekurangan.[18] Tasbih  سÙبْØَانَه٠yang aslinya سÙبْØَان الله, berarti mahasuci Allah dari segala hal yang menodai. Oleh karena itu tasbih bisa berfungsi sebagai ikrar akan menjauhi noda kemusyrikan dari tauhid, menyucikan amal dari ma’siat. Kalimat سÙØانه tercantum dalam al-Qur`an hingga empat belas kali (Qs2:116, Qs.4:171, Qs.6:100, Qs.9:31, Qs.10:118, Qs.10:68, Qs.16:57, 17:43, 19:35, Qs.30:40, Qs.39:4, Qs.39:67  yang semuanya menunjukkan bantahan Allah SWT terhadap tuduhan kaum musyrikin. Ini mengisyaratkan bahwa prinsip tasbih adalah membersihkan aqidah dari noda kemusyrikan. Di smping itu terdapat kalimat tasbih yang berma’na ta’ajjub yaitu mengagumi kehebatan Allah SWT, sebagaimana tercantum pada Qs.17:1. oleh karena itu tasbih juga mengandung didikan agar kekaguman itu hanya diperuntikan pada Allah SWT. Sedangkan tahmid adalah memuji Allah SWT, sebagai alamat syukur atas ni’mat yang dianugrahkannya.
Perkatan ØَمْدÙ   ini berma’na menyanjung dengan lisan atau ucapan, tidak mencakup pada sikap dan perbuatan. Pujian tersebut disampaikan kepada yang memiliki keunggulan dan kesempurnaan. Ucapan yang berkaitan dengan pujian, dikenal istilah الØمد al-hamd dan الشّÙكر al-Syukr. Perbedaannya dengan al-syukr antara lain (1) al-hamd hanya berma’na pujian secara lisan, (walau mesti dihayati dalam hati dan dimanifestasikan dalam sikap dan perbuatan), sedangkan al-syukr mencakup ucap, sikap, dan perbuatan, (2) al-hamd pujian disampaikan pada yang memiliki kesempurnaan walau tidak disebabkan menerima ni’mat dari-Nya, sedangkan al-syukr karena mendapat ni’mat, disampaikan kepada yang memberi ni’mat. Namun menurut al-Razi, istilah al-hamd lebih umum, lebih luas dari istilah al-Syukr.[19] Allâh SWT adalah yang memiliki al-Hamd dan al-Syukur.[20]
Selanjutnya yang diperintahkan ayat tersebut adalah istighfar yaitu mohon ampunan Allah SWT. Ini mengandung arti taubat dari kesalahan. Dalam perjuangan meraih kemenangan tentu saja ada tindakan yang kurang tepat, maka tatkala berhasil jangan lupa untuk taubat. Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  bersabda:
يَا أيّÙهَا النَّاس٠تÙوْبÙوْا إلَى الله ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ùّي أَتÙوْب٠ÙÙÙŠ الْيَوْم٠إلَيْه٠مÙائَةَ مَرَّة
Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah, sesunguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam satu hari seratus kali. Hr. Ahmad (164-241H), Muslim (206-261H), Ibn Majah (207-275H), al-Nasa`iy (215-303H), Ibn Hibban (270-354H).[21]
Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam  yang tidak pernah berbuat dosa, taubatnya dalam satu hari seratus kali. Bagaimana kalau umatnya yang sering berbuat dosa, berapakalikah selayaknya mereka bertaubat dalam sehari? Taubat yang baik, yang mendapat jaminan ampunan dari AllahSubhanahu wa Ta’ala  adalah yang nashuha. Allah SWT  berfirman:
يَاأَيّÙهَا الَّذÙينَ ءَامَنÙوا تÙوبÙوا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠تَوْبَةً نَصÙÙˆØًا
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha (semurni-murninya), “. Qs.66:8
Taubat Nashuha utamanya ialah yang menyesal dan mohon ampun kemudian tidak melakukan lagi dosanya.
عَنْ عَمَر بن الْخَطَّاب رضي الله عنه تÙوْبÙوا إلَى الله تَوْبَة نَصÙوْØًا قَال أنْ يَذْنÙبَ العَبْد٠ثÙمَّ يَتÙوْبَ Ùَلا يَعÙوْد
Umar bin al-khathab berseru: Taubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang nashuha. Ia mengatakan: seseorang berbuat dosa, kemudian segera taubat dan tidak mengulangi dosanya.[22]
Dengan demikian surat al-Nashr ini memberikan bimbingan agar setiap umat untuk tasbih, tahmid, dan istrighfar tatkala meraih ni’mat. Tasbih, tahmid dan istighfar tersebut tentu saja bukan hanya dalam ucapan, tapi juga mesti dimanifestasikan dalam sikap dn perbuatan.
E.Beberapa Ibrah
- Sejarah membuktikan bahwa untuk meraih kemenangan mesti menempuh langkah berjihad, rela mengorbankan jiwa, raga dan harta. Bebasnya kota Mekah dari cengkraman jahiliyah merupakan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang diberikan pada umat yang berjihad.
- Tiga ni’mat terbesar bagi kaum muslimin yang disebutkan dalam surat al-Nashr, yaitu (1) pertolongan Alah dalam mengalahkan musuh; (2) terbebasnya kaum muslimin dan kekuasaan orang kafir; (3) berduyun-duyunnya manusia masuk Islam. Dengan berhasilnya Mekah dibebaskan dari cengkraman jahiliyah menjadi peradaban Islamiyah, terlihatlah umat manusia berbondong-bondong memeluk Islam, tanpa paksaan. Ini merupakan ni’mat Ilahi yang tiada terhingga, sehingga nampak jelas kejayaan Islam, sebagai satu-satunya agama yang paling benar.
- Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam dan shahabatnya bersyukur pada Ilahi atas kemenangan yang dianugerahkan padanya. Mereka tidak menyombongkan diri, apalagi angkuh, melainkan semakin tunduk dan patuh pada Ilahi.
- Kegembiraan atas kemenangan, bukan diekspresikan dengan sorak soray, tapi dengan tasbih, tahmid dan istighfar. Tasbih adalah memahasucikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, menjauhkan diri dari syirik, dan memurnikan keyakinan akan kesempurnaan Ilahi. Tahmid adalah memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala, membaskan diri dari ria. Istighfar adalah taubat dari berbagai kesalahan sengaja atau tidak sengaja, disertai perbaikan diri dan saling memaafkan sesama manusia.
- Pengunci surat al-Nashr menegaskan kembali sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang maha penerima taubat. Ini merupakan jaminan, bagi mu`min yang benar-benar taubat, bakal mendapat ampunan. Oleh karena itu dosa apa pun yang diperbuat, segeralah taubat, dengan harapan diampuni oleh-Nya.
- Tasyakkur keluarga harmonis dengan tasbih, tahmid, dan istighfar
- Setiap anggota keluarga, mesti menyadari bahwa kesuksesan itu merupakan anugerah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka mesti rajin bersyukur.
- Boleh saja bergembira ketika meraih kemenangan dan kesuksesan, tapi jangan dekspresikan dengan pesta pora, melainkan dengan sujud syukur pada pemberi ni’mat.
- Syukur secara ritual adalah dengan tasbih, tahmid dan istighfar. Ketiga ritual tersebut, tentu saja bukan hanya dalam ucapan, tapi dipraktikan dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan sosialnya mesti dimanifestasikan dalam meningkatkan hubungan baik sesama manusia.
- Pentingnya tasbih ketika sukses, karena hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mehasuci. Tidak ada manusia yang suci dari noda dan dosa, maka jangan berlaga suci. Hendaklah menundukkan diri pada Ilahi.
- Tahmid ketika sukses, yang diperlukan, karena hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang maha terpuji. Puji Alah Ilahi ketika meraih kesusesan, jangan berlaga terpuji apalagi mengharapkan pujian orang. Jangan sombong ketika mendapat pujian, jangan marah ketika tidak ada yang memuji.
- Setiap anggota keluarga jangan lupa memperbanyak istighfar, karena tidak ada kemenangan tanpa ada bantuan fihak lain. Boleh jadi dalam kemenangan yang diraih itu bisa mengganggu keni’matan fihak lain. Oleh karena itu tidak hanya bersyukur tatkala menang, tapi juga mesti mohon maaf dari fihak lain yang mungkin saja ada yang dirugikan. Dengan banyak saling memohon dan memberi maaf sesama anggota, akan terpelihara keluarga yang harmonis.
- Istighfar juga mesti diwujudkan dalam sikap dan perbuatan, utamanya upaya perbaikan dalam segala aspek kehidupan. Taubat bukan hanya mohon maaf dari sega kesalahan, tapi juga perbaikan. Taubat yang dijamin diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah taubatan nashuha. Rasul shalla Allah alaihi wa sallam bersabda:
يَا أيّÙهَا النَّاس٠تÙوْبÙوْا إلَى الله ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ùّي أَتÙوْب٠ÙÙÙŠ الْيَوْم٠إلَيْه٠مÙائَةَ مَرَّة
Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah, sesunguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam satu hari seratus kali. Hr. Ahmad (164-241H), Muslim (206-261H), Ibn Majah (207-275H), al-Nasa`iy (215-303H), Ibn Hibban (270-354H).[23]
Rasul SAW yang tidak pernah berbuat dosa, taubatnya dalam satu hari seratus kali. Bagaimana kalau umatnya yang sering berbuat dosa, berapakalikah selayaknya mereka bertaubat dalam sehari? Taubat yang baik, yang mendapat jaminan ampunan dari Allah SWT adalah yang nashuha. Allah SWT berfirman:
يَاأَيّÙهَا الَّذÙينَ ءَامَنÙوا تÙوبÙوا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠تَوْبَةً نَصÙÙˆØًا عَسَى رَبّÙÙƒÙمْ أَنْ ÙŠÙÙƒÙŽÙÙ‘Ùرَ عَنْكÙمْ سَيّÙئَاتÙÙƒÙمْ ÙˆÙŽÙŠÙدْخÙÙ„ÙŽÙƒÙمْ جَنَّات٠تَجْرÙÙŠ Ù…Ùنْ تَØْتÙهَا الْأَنْهَار٠يَوْمَ لَا ÙŠÙخْزÙÙŠ اللَّه٠النَّبÙيَّ وَالَّذÙينَ ءَامَنÙوا مَعَه٠نÙورÙÙ‡Ùمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدÙيهÙمْ وَبÙأَيْمَانÙÙ‡Ùمْ ÙŠÙŽÙ‚ÙولÙونَ رَبَّنَا أَتْمÙمْ لَنَا Ù†Ùورَنَا وَاغْÙÙرْ لَنَا Ø¥Ùنَّكَ عَلَى ÙƒÙلّ٠شَيْء٠قَدÙيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha (semurni-murninya), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu“. Qs.66:8
Taubat Nashuha utamanya ialah yang menyesal dan mohon ampun kemudian tidak melakukan lagi dosanya.
عَنْ عَمَر بن الْخَطَّاب رضي الله عنه تÙوْبÙوا إلَى الله تَوْبَة نَصÙوْØًا قَال أنْ يَذْنÙبَ العَبْد٠ثÙمَّ يَتÙوْبَ Ùَلا يَعÙوْد
Umar bin al-khathab[24] berseru: Taubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang nashuha. Ia mengatakan: seseorang berbuat dosa, kemudian segera taubat dan tidak mengulangi dosanya.[25]
عَنْ جَابÙر٠بْن٠عَبْد٠اللَّه٠قَالَ خَطَبَنَا رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ùَقَالَ يَا أَيّÙهَا النَّاس٠تÙوبÙوا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠قَبْلَ أَنْ تَمÙوتÙوا وَبَادÙرÙوا بÙالْأَعْمَال٠الصَّالÙØَة٠قَبْلَ أَنْ تÙشْغَلÙوا وَصÙÙ„Ùوا الَّذÙÙŠ بَيْنَكÙمْ وَبَيْنَ رَبّÙÙƒÙمْ بÙكَثْرَة٠ذÙكْرÙÙƒÙمْ لَه٠وَكَثْرَة٠الصَّدَقَة٠ÙÙÙŠ السّÙرّ٠وَالْعَلَانÙيَة٠تÙرْزَقÙوا وَتÙنْصَرÙوا وَتÙجْبَرÙوا
Dari Jabir bin Abd Allah,[26] diriwayatkan bahwa Rasul SAW pernah khuthbah yang menyerukan: Wahai manusia, taubatlah kepada Allah semelum mati. Bersegeralah amal shalih sebelum disibukkan. Jalinlah hubungan baik antaramu dan Tuhanmu dengan dzikir dan banyak bersedekah, baik di kala rahasia ataupun terang-terangan, nisaya kamu mendapat rejeki, mendapat pertolongan dan diberi kecukupan. Hr. Ibn Majah, al-Bayhaqi (384-458H)[27]
langkah taubat yang mesti ditempuh adalah (1) menyadari akan kesalahan, (2) memohon ampun dengan segera, (3) berjanji tidak akan mengulangi dosa yang diperbuat, (4) meninggalkan dosa, (5) mengganti perbuatan dosa dengan perbuatan yang baik.
-=o0o=-
[1] Tafsir al-Baydlawi, V h.541
[2] Tafsir al-Wahidi, II h.1238
[3] Tafsir al-Maraghi, XXX h.257
[4] Mushannaf Abd al-Razaq, V h.378
[5] Sunan al-Bayhaqi al-Kubra, V h.152
[6] al-jami Li Ahkam al-Qur`an, XX h.233
[7] Shahih Muslim, IV h.2315
[8] Tafsir al-Razi, XXXII h,164
[9] Abu bakr Muhammad ibn al-Thayib, al-Baqilani, I’jaz al-Qur`an, I h.293
[10] Abu Abd Allah al-Zarkasyi (w.794H), al-Burhan Fi Ulum al-Qur`an, IV h.190
[11] Wahbah al-Zuhayli, al-tafsir al-Munir, XXX h.448
[12] Tafsir al-Baydlawi, V h.541
[13] Tafsir al-Maraghi, XXX h.257
[14] Syihab al-Din Ahmad (w.815H), al-Tibyan Fi Tafsir Gharib al-Qur`an, I h.480
[15] Shahih al-Bukhari, no.4587
[16] Shahih al-Bukhari, IV h.1900
[17] Shahih Muslim, I h.350
[18] Â Ibn Manzhur (630-711H), Lisan al-Arab, II h.471
[19] Muhammad Ibn Abi Bakr al-Razi, Mukhtar al-Shihah, h.134
[20] Muhammad Sulayman al-Asyqar, Zubdat al-Tafsir, h.7-8
[21] Â Musnad Ahmad, IV h.211, Shahih Muslim, IV h.2075, Sunan al-Nasa`iy, VI h.116, Shahih Ibn Hibban, III h.209, Sunan al-Bayhaqi al-Kubra,
[22] Ibn Abi Syaybah, Mushannaf, VII h.107, al-Hakim, al-Mustadrak, II h.537
[23] Â Musnad Ahmad, IV h.211, Shahih Muslim, IV h.2075, Sunan al-Nasa`iy, VI h.116, Shahih Ibn Hibban, III h.209, Sunan al-Bayhaqi al-Kubra,
[24] Umar bin al-Khathab, Abu Hafsh, Shahabat, ayah Hafshah istri Rasul, Khalifah ke 2 (634M), ba’da Rasul SAW, Penakluk Romawi dan Parsi, lahir di Mekah 40 sH (586M),), dikenal hati-hati dalam meriwayatkan hadits, kritis tentang masalah, penggagas penyeragaman Mushhaf, pemberani mengambil keputusan, gugur ditikam Abu Lu’lu’ (pendendam Parsi) bersama 13 shahabat, ketika shalat shubuh, w.22H (644M).
[25] Ibn Abi Syaybah, Mushannaf, VII h.107, al-Hakim, al-Mustadrak, II h.537
[26] Jabir bin Abd Allah bin Amr bin Haram, lahir 16 tahun sebelum hijrah, Shahabat Anshar, yang ikut berperang dengan Rasul SAW mencapai 21 kali, banyak meriwayatkan hadits dan mendampingi Rasul ibadah haji wada. Wafat di Madinah tahun 78H.
[27] Â Sunan Ibn Majah, I h.343, Sunan al-Bayhaqi al-Kubra, III h.171